Seperti yang tercantum pada Al Quran surat Al Kahfi ayat 23 sampai 24, yang berbunyi:
وَلَا تَقُوۡلَنَّ لِشَاىۡءٍ اِنِّىۡ فَاعِلٌ ذٰ لِكَ غَدًا
Wa laa taquulanna lishai’in innii faa’ilun zaalika ghadaa
23. Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,”
اِلَّاۤ اَنۡ يَّشَآءَ اللّٰهُ ۚ وَاذۡكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيۡتَ وَقُلۡ عَسٰٓى اَنۡ يَّهۡدِيَنِ رَبِّىۡ لِاَقۡرَبَ مِنۡ هٰذَا رَشَدًا
Illaaa any yashaaa’al laah; wazkur Rabbaka izaa nasiita wa qul ‘asaaa any yahdiyani Rabbii li aqraba min haazaa rashadaa
24. Kecuali (dengan mengatakan), “Insyaallah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa apa yang akan kita lakukan besok, kita harus mengiringinya dengan kalimat Insyaallah atau dengan kehendak Allah.
Jadi, kalimat Insyaallah seharusnya diartikan sebagai sebuah ungkapan harapan atau niat yang diserahkan kepada Allah SWT, bukannya sebuah janji atau komitmen yang diingkari.(*)